Pengalaman Pertama Ngantri di BCA

Kemarin, gw pergi ke BCA untuk membuka rekening baru (dan memulai hidup baru juga ceritanya, haha). Secara BCA adalah singkatan dari Bank Cape Antri, gw pun pergi dan tiba di BCA pukul 7.45, kurang lebih setengah jam sebelum jam buka BCA yakni 8.15. Adapun hal ini gw lakukan untuk menghindari cape antri tersebut. Sejujurnya, ini adalah pertama kalinya gw dateng pagi ke bank sebelum banknya buka dan ternyata kejadian yang gw alami cukup unik (atau mungkin gwnya yang terlalu norak), jadi gw akan share lewat postingan ini.

Gw tiba di BCA jam 7.45 dengan baju modis, badan wangi, namun muka tetep jelek. Waktu gw tiba di BCA, tentu saja gerainya (entahlah apa namanya, semacam tirai yang ditarik ke bawah klo toko lg tutup) masih ditutup dan seorang ibu sudah mengantri dengan manis di depan gerai tersebut. Karena gw berprinsip antri itu seksi, gw pun langsung berdiri di belakang ibu-ibu ini dan ikutan mengantri dengan manis. Asoy!

Lima menit berselang, datang lagi seorang ibu2. Doi juga seperti gw, berprinsip bahwa cewe seksi itu ngantri dan doi pun langsung berdiri di belakang gw. Sayangnya, selama sepuluh menit ke depan, banyak ibu2 dan bapak2 yang datang tanpa prinsip antri itu seksi. Alhasil, tiba2 di depan gerai ud terbentuk 3 barisan, dengan gw di barisan tengah, urutan kedua. Gw pun seketika mempunyai firasat buruk, kira2 semacam spider instinct-nya Peter Parker gitu, tapi karena gw lebih mirip kecoak, gw namakan insting ini cockroach instinct. Cockroach instinct gw mengatakan bahwa sesuatu yang membahayakan diri gw akan segera terjadi dalam waktu dekat. Namun karena gw carpricorn (apa hubungannya coba?), gw hiraukan insting bombastis gw.

Setelah lama menunggu, akhirnya jam menunjukkan pukul 8.15. Satpam yang bertugaspun langsung menghampiri gerai dan hendak membuka gerai tersebut, tanda bahwa bank telah buka. Tiba-tiba suasana antrean berubah drastis. Gw berasa sedang bersama 300 pasukan Leonidas yang tengah bersiap menyambut pasukan Persia. Begitu gerai terbuka setengah, semua orang langsung kalap dan menerjang ke depan seolah di depan sana ada pasukan Persia yang harus dibantai, padahal gerai masih tertutup setengahnya. Ibarat dihujani panah dari pasukan Persia, ibu2 dan bapak2 ini langsung menundukkan badannya dan melewati gerai yang belum terbuka sepenuhnya. Beberapa ibu-ibu meneriakkan kata-kata pembangkit semangat genderang perang seperti: “AAAA”, “IIII”, “UUUU”, “EEEE”, dan “OOOO”. Mereka langsung bergegas berlari ke arah tangga dan menaiki tangga tersebut bak pemanjat pinang di tanggal 17an. Sementara gw yang lemot terpaksa harus terdorong, terserobot, dan akhirnya terinjak-injak.

Tak mau kalah dari ibu2, gw pun segera bangkit dan ikutan menerjang. Tampak di depan gw, seorang ibu menerjang bak Leonidas membantai semua pasukan Persia yang mendekatinya. Gw pun segera ikut menaiki tangga ke lantai 2. Suasana di tangga betul-betul seperti suasana kerusuhan Mei 2003. Untunglah, gw dikarunia badan yang kecil dan pikiran yang sempit. Alhasil, dengan sedikit babak belur, gw pun berhasil mencapai lantai dua dan berteriak Eureka seolah gw berhasil memanjat gunung Everest.

Setelah gw sampai di lantai 2, barulah gw sadar kalau lantai dua khusus teller, sementara untuk membuka rekening harus dilakukan di layanan nasabah di lantai 1. Damn, ini berarti gw harus turun tangga menerobos segerombolan ibu-ibu dan bapak2 yang kalap. Dengan penuh rasa kecewa, gw pun turun ke lantai satu dan langsung menuju alat pengambil nomor antrian. Tepat sebelum gw mencapai alat itu, seorang ibu2 (lagi, emang BCA ini bank khusus ibu2 yah?) yang baru datang mencapai alat itu terlebih dahulu dan doi mendapat nomer antrian 3. Alhasil, gw pun mendapat nomor antrian 4 (setelah ibu2 yang baru dateng itu) dan harus menunggu sekitar 1 jam lagi sampai akhirnya gw dipanggil. Huff, nasib…

Satu jam kemudian, gw pun akhirnya dipanggil dan memulai proses membuka rekening. Setelah mengisi beberapa form dan berlaku sok sok imut ke si mbak2 BCA-nya, gw pun selesai membuka rekening dan harus melakukan setoran pertama di lantai 2. Seketika perasaan berat menghampiri gw, seolah gw mendapatkan tugas kuliah yg superbanyak en sangat lama buat dikelarin. Dengan berat hati, gw pun naek ke lantai 2 dan ngantri untuk setoran pertama. Untunglah, keadaan tangga sekarang sudah damai sentosa.

Di lantai 2, gw pun ngantri selama kurang lebih 2jam dan akhirnya berhasil melakukan setoran pertama. Ketika gw hendak pulang dan turun tangga, seorang ibu2 (lagi, tapi beda dari ibu2 yang sebelumnya) naek dan langsung menyerobot antrian dan pergi ke teller 5. Gw pun dengan maksud baik menasihati ibu2 tersebut. Kira2 seperti ini percakapan gw dengan sang ibu2:

Gw: Maaf, bu, antrinya dari sebelah sana.

Ibu2: Loh, tapi tadi saya disuru langsung ke teller 5 ga perlu antri

Gw: Oh ya, emang iibu mau ngapain?

Ibu2: Saya baru buka rekening en mau setoran pertama.

Gw: Oh gitu. (sambil berpaling dengan wajah nahan malu)

Dan setelah gw diselidiki lebih lanjut, ternyata benar apa kaa si ibu2 barusan. Untuk setoran pertama buka rekening, kita ga perlu ngantri sampe gila, boleh langsung ke teller 5. Gw pun keluar dari BCA sambil mengeus-elus dada gw dan merasakan betapa hampanya diri gw.

Sekian kira2 curhatan dan sharing gw tentang pengalaman gw berbanking di BCA. Semoga dengan adanya postingan kali ini, korban kekejaman ibu2 di BCA bisa dikurangi dan tidak perlu jatuh korban yang tak perlu.

Stepen – bocah yang baru pertama kali pergi ke bank sendirian

Pos ini dipublikasikan di Curhat dan tag . Tandai permalink.

7 Balasan ke Pengalaman Pertama Ngantri di BCA

  1. inezrabz berkata:

    lama2 postingan loe makin mirip nguping jakarta deh. haha

  2. Agung berkata:

    Bhehehe… Sabar ye, Pen. Pengalaman Lu sungguh berharga.

  3. Angga Ingin berkata:

    ngakak abis gan ^_^

  4. Ping balik: Pelayanan Bank BCA masih jauh dari memuaskan namun berani menaikkan biaya administrasi bulanan « Konsultan Solusi

  5. Nasib… nasib gan… hahaha

  6. Ping balik: Pengalaman Pertama Setor Tunai Otomatis di BCA | stepenstependotcom

Tinggalkan Balasan ke Dimas Batalkan balasan